Kalau “hasil hisab” sih bisa persis baik NU atapun Muhammadiyah dan siapapun yang melakukan hisab dengan benar asal metode yang digunakan sama. Hal itu karena menu input hisabnya juga sama. tinggal masukkan aplikasi hisab maka tinggal baca outputnya. Matematika trigonometri sih basicnya.
Jika hasil hisab tinggi hilal u/tgl 29 Ramadhan tahun ini minus 1°. Artinya Muhammadiyah gak berani berhari raya di hari ke 30 (ahad) karena hilal blm wujud. Sementara NU nggak mungkin berhasil rukyatul hilal di hari ke 29 tsb karena syarat hilal bisa di rukyat harus lebih dari +3° dan harus istikmal /menyempurnakan hitungan bulan menjadi 30 hari. Maka NU dan Muhammadiyah akan merayakan Iedul Fitri di hari Senin (31 Maret 2025 atau 1 Syawal 1446 H).
Perbedaan hari raya terjadi ketika tinggi hilal sudah lebih dari 0° s/d 2,sekian° karena:
- asalkan sudah lebih dari 0° maka sebenarnya hilal sdh wujud (teori wujudul hilal) maka menurut Muhammadiyah sudah masuk bulan hijriyah dan ibadah yang terkait bulan tersebut (Ramadhan, puasa) mulai aktif.
- Sedangkan NU dan kaum salaf tidak akan mampu rukyat dg posisi hilal pada derajat ini sehingga tanggal 1 bulan berikutnya akan mundur 1 hari setelah hari yg ditetapkan Muhammadiyah. Nah pada posisi ini biasanya akan terjadi perbedaan diinternal NU+KSalaf karena bbrp kelompok yang menggunakan hisab metode lama yang biasanya hasil perhitungan posisi hilalnya lebih tinggi beberapa derajat sehingga ketika dirukyat ada yg merasa yakin melihat hilal bahkan berani disumpah sehingga diinternal ini akan terjadi perbedaan.
Bukankah observasi lajnah yang menghasilkan data astronomis sebagai dasar hisab merupakan proses rukyat yang panjang? Mungkin inilah rukyat yang dimaksud oleh Muhammadiyah. Walaupun sebenarnya itu bukan hasil observasi lajnah falakiyah baik dari NU ataupun Muhammadiyah. Ada beberapa data astronomis sih yg digunakan, misal data dari NASA (AS), data dari Nautika (Inggris), dari Astronom abad 9 yang dipakai oleh kitab-kitab falak klasik dan lain-lainnya.
Sebenarnya kevalidan hasil rukyat baik NU atau Muhammadiyah perlu tahqiq dihari berikutnya yaitu posisi hilal hasil hisab dirukyat ulang (biasanya bergeser sekitar 7° dari hari sebelumnya). Maka hasilnya saya yakin valid baik NU ataupun Muhammadiyah.
Hikmah
Hikmah dari kasus perbedaan tanggal 1 bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah ini senantiasa berulang sejak seribu tahun lebih karena kelemahan instrumen yang sifatnya inderawi. Maka NU kembali ke petunjuk agung yang ditetapkan oleh Rasulullah dalam hal rukyat. Sementara Muhammadiyah juga yakin bahwa sudah masuk bulan baru untuk memulai dan mengakhiri ibadah yang terkait dengan bulan hijriyah.
Dan ini semua mampu menambah khazanah keilmuan didalam agama.
و الله اعلم
Kamu Lebaran Kapan?