Semua pihak harus ambil bagian dalam mengurangi dampak perubahan iklim, dan menitikberatkan peran kader untuk mendorong upaya mengatasi persoalan ini.
PBNU melalui KH Mujib Qulyubi sebelum Muktamar ke-34 NU pada nu.or.id, mengingatkan agar semua pihak menunjukkan kepeduliannya terhadap perubahan iklim yang saat ini tengah terjadi. Hal ini harus diantisipasi secara serius yang bertujuan supaya warga dunia tidak menjadi korban dari perubahan iklim ini.
Terdapat berbagai macam upaya dalam mengatasi perubahan iklim. Secara umum, upaya tersebut tergolong menjadi dua kelompok, yaitu mitigasi dan adaptasi. Kedua pendekatan ini, yaitu mitigasi dan adaptasi diperlukan untuk menghadapi perubahan iklim baik di tingkat global maupun lokal. Bahkan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dapat dilakuan sambil berkegiatan organisasi.
Pertama . Mitigasi dengan berbagai upaya untuk mengurangi gas rumah kaca. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan transportasi umum saat berkegiatan, mengelola sampah dengan benar, menghemat air saat kegiatan, menggunakan arus listrik seperlunya, memilih makanan yang bersumber dari lokal dan disajikan atau dibungkus dengan bahan ramah lingkungan bahkan menyelipkan pengetahuan informasi isu perubahan iklim dalam setiap kesempatan.
Kedua . Adaptasi dilakukan untuk mengantisipasi dampak buruk dari perubahan iklim, mencegah atau meminimalkan kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh perubahan iklim. Kegiatan lapangan yang memungkinkan dilakukan diatur sedemikian rupa dan proposional agar peserta tidak terpapar cuaca panas sehingga dapat meninimalisir angka kesakitan seperti dehidrasi, heatstroke, migrain, demam tinggi. Menanam pohon pada setiap kesempatan di tempat kegiatan.
Asal Jejak Karbon
Tumben tiga pimpinan GP Ansor datang pada acara Diklatsar BANSER SATKORCAB OKU Timur. Sahabat Hasim Ketua PC Ansor Kabupaten Way Kanan, Gus Rohmad tokoh BANSER Kabupaten OKI dan Sahabat Nurkholis Ketua PC Kabupaten OKU Timur. Mereka memakai jas hijau, duduk bersila, menikmati segelas kopi, merokok dan asik berbicang-bincang di ruang kesehatan lapangan (Keslap).
Sebenarnya tempat itu sudah aku siapkan untuk fasilitas pelayanan kesehatan biro kesehatan lapangan , batinku. Aku tak berani menegur pimpinan. Ruang Keslap itu berada di pojok kelas bagian belakang lokasi tempat diadakannya Diklatsar. Kubiarkan mereka santai ngobrol dengan nyaman. Saat itu cuaca lagi gerimis. Sesekali aku menimbali obrolan mereka di tempat yang bersih dan nyaman itu.
“Tempatnya bersih Ndan!” Kata Sahabat Eko kepada ku. Mulai menyalakan rokok.
“Siap, Ruang Keslap setidaknya bersih dan nyaman tempat peserta memulihkan diri bila sakit sambil diberi penanganan kesehatan. Siapapun yang di sini harus disiplin dan jaga kebersihan.” Kataku galak kepada mereka.
Gus Rohmad menimbali, “Buang sampah sembarangan itu menistakan agama!” sambil memegang gelas kopi. “Bahtsul masail Kiyai NU, haram membuang sampah sembarangan dan juga dilarang pemerintah!”. Gayanya dia yang memang suka memberi pencerahan. Dirinya memang pernah mondok sampai khatam di Lampung.
Akupun memberi pernyataan, bahwa bersih dari minim sampah bagian dari displin kader. Baik di rumah atau saat berkegiatan organisasi. Dampak sampah itu merusak lingkungan hidup dan merusak estetika.
“Sepele, dampaknya pelan tapi pasti untuk bumi kita,” kataku. Sambil menunjuk karung wadah sampah, “Di sini sampah kita kumpulkan, jangan dibakar!” pintaku.
Menghasilkan sampah dan apalagi membakar itu jadi persoalan pemanasan global. Hasil pembakaran melepaskan gas rumah kaca seperti karbon dioksida. Efek rumah kaca memantulkan kembali panas ke bumi sehingga suhu bumi semakin panas. Panasnya suhu bumi yang lama meberi efek pemanasan global. Pemanasan global secara nampak menunjukkan iklim yang rasakan saat ini kita cenderung berubah-ubah dan adanya cuaca ektrim.
“Belum lagi kendaraan yang kita pakai ke sini, menghasilkan emisi karbon juga kan! Celetukku. Memang, seluruh aktivitas kita ditengarai menghasilkan jejak karbon yang merupakan emisi zat buang yang memicu pemanasan global. Mengolah makanan, membuat seragam, menggunakan listrik, aktivitas kita bertani di sawah dan kebun, semuanya menjadi penyumbang jejak karbon.
Seluruh aktivitas manusia dituding menghasilkan jejak karbon yang merupakan emisi zat buang yang memicu pemanasan global. Mulai dari mengolah makanan, menggunakan kendaraan transportasi, memakai peralatan listrik, hingga aktivitas pertanian, semuanya menjadi penyumbang jejak karbon. Aktivitas tersebut dapat kita temukan saat kaderisasi, rapat-rapat, ngaji, nge-PAM, dan kegiatan organisasi lainnya. Aktivitas-aktivitas kita tersebut memang tidak mungkin dihentikan sama sekali.
“Namun sahabat harap tenang!” Kataku sambil memegang jas hijau. “Jas kita hijau, perubahan perilaku gaya hidup kita juga harus hijau. Artinya kita adalah rahmatan lil ‘alamin. Mampu meminimalisir dampak buruknya terhadap lingkungan! Ucapku dengan tertawa.
Mereka pun ikut tertawa lepas, memecahkan ketegangan suasana yang dari tadi serius akibat fatwa dan ancaman membuang sampah sembarangan. Pembicaraan kami semakin cair dan terhenti saat panggilan makan. Panitia sudah menyiapkan makanan untuk pimpinan di bawah tenda persis depan masjid.
Mereka bergegas pergi sambil membalikkan punggung. Akupun meledek, “Makan. Awas jejak karbon yee!” Mereka mempercepat langkah sambil senyum-senyum malu autokritik. Kami pun menikmati makanan.